Organisasi bentukan Jepang di Indonesia ada cukup banyak, misalnya Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Dokuritsu), dan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)
Ketiga organisasi ini merupakan beberapa contoh yang signifikan dalam konteks perjuangan kemerdekaan Indonesia. BPUPKI, misalnya, didirikan oleh pemerintah Jepang dengan tujuan mempersiapkan dasar-dasar kemerdekaan bagi Indonesia. Sementara itu, Dokuritsu berperan dalam membentuk pemerintahan yang independen dan menghadirkan konstitusi baru.
Dalam artikel ini, kita akan membahas apa saja sih daftar organisasi bentukan Jepang di Indonesia dan apa saja perannya. Simak sampai tuntas, ya!
Organisasi Bentukan Jepang di Bidang Politik
Agar lebih mudah dipahami, kita dapat membagi organisasi buatan Jepang di Indonesia berdasarkan bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Berikut daftar organisasi-organisasi bentukan Jepang di indonesia.
1. PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)
Organisasi PUTERA adalah salah satu badan yang didirikan Jepang pada 16 April 1943. PUTERA, singkatan dari Pusat Tenaga Rakyat, bertujuan untuk mengumpulkan tenaga pemuda Indonesia dalam mendukung upaya Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.
Organisasi PUTERA dibentuk oleh empat serangkai pemuda yang memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Keempat tokoh tersebut adalah Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur.
Meskipun awalnya dibentuk dengan maksud politis, PUTERA kemudian menjadi salah satu wadah pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini memberikan kesempatan bagi pemuda Indonesia untuk terlibat dalam kegiatan politik, sosial, dan budaya yang mendukung cita-cita kemerdekaan.
[WPSM_AC id=40]
2. Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)
Organisasi bentukan Jepang di Indonesia yang selanjutnya adalah Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa). Jawa Hokokai adalah sebuah organisasi yang didirikan dengan tujuan untuk mempersatukan masyarakat Jawa dan memperkuat rasa kebangsaan di kalangan mereka.
Organisasi ini memiliki tugas yang melibatkan menggerakkan rakyat Jawa untuk mengabdikan hidup mereka demi kepentingan Jepang. Beberapa tugas yang diemban oleh organisasi ini antara lain adalah mengumpulkan pajak dari hasil pertanian masyarakat dan menghimpun upeti untuk diserahkan kepada pemerintah Jepang.
Jawa Hokokai juga memiliki peran penting dalam mendukung pemerintahan Jepang dalam hal memobilisasi tenaga kerja dan menyebarkan propaganda yang mengedepankan kepentingan Jepang. Meskipun demikian, organisasi ini juga menjadi sarana bagi masyarakat Jawa untuk menyuarakan aspirasi dan menggalang kekuatan dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan.
3. Sendenbu (Kelompok Propaganda)
Sendenbu (Kelompok Propaganda) adalah salah satu organisasi bentukan Jepang yang berada di bawah Struktur Departemen Propaganda Kekaisaran Jepang, khususnya untuk staf pemerintahan militer pusat yang dikenal sebagai Departemen Ganseikanbu. Organisasi ini memiliki tugas yang fokus di Pulau Jawa dan didirikan pada bulan Agustus 1942.
Tugas utama dari Sendenbu adalah menyediakan informasi terkait pemerintahan sipil yang digunakan untuk keperluan propaganda. Mereka bertanggung jawab dalam menyebarkan pesan-pesan yang mendukung agenda pemerintahan Jepang di kalangan masyarakat.
Untuk menjalankan tugas tersebut, Sendenbu mendirikan sebuah asrama yang dikenal dengan nama Asrama Angkatan Baroe Indonesia. Asrama ini dipimpin oleh Soekarni dan berperan sebagai tempat tinggal serta pusat kegiatan para anggota organisasi dalam melaksanakan tugas propagandanya.
Organisasi Bentukan Jepang di Bidang Militer
Ketika membahas sejarah Indonesia pada masa pendudukan Jepang, tak bisa dilewatkan peran penting organisasi-organisasi bentukan Jepang di bidang militer. Organisasi-organisasi ini memiliki peran yang signifikan dalam membentuk dinamika perjuangan dan transformasi kekuatan militer di Indonesia.
Berikut datar organisasi bentukan Jepang di bidang militer.
4. Seinendan (Organisasi pemuda semi-militer)
Seinendan, yang juga dikenal sebagai Organisasi Pemuda Semi-Militer, adalah salah satu organisasi bentukan Jepang yang memiliki peran penting dalam membentuk pemuda Indonesia pada masa pendudukan.
Dibentuk pada tanggal 9 Maret 1943, organisasi ini bertujuan merekrut pemuda berusia antara 14 hingga 22 tahun dan memberikan pelatihan yang bertujuan untuk mempersiapkan mereka dalam mempertahankan bumi pertiwi secara mandiri.
Pada puncak masa pendudukan Jepang, Seinendan berhasil mencapai jumlah anggota hingga 500.000 orang. Organisasi ini memberikan pelatihan yang meliputi berbagai aspek, termasuk keterampilan fisik, kecakapan militer dasar, dan pembangunan mental serta nasionalisme.
Di balik tujuan yang tampak tersebut, organisasi ini menyimpan tujuan terselubung yang lebih besar, yaitu mempersiapkan kekuatan cadangan yang siap menghadapi ancaman dari sekutu pada Perang Pasifik yang sedang berlangsung.
5. Keibodan (Organisasi pembantu polisi)
Keibodan, yang dikenal juga sebagai Organisasi Pembantu Polisi, merupakan salah satu organisasi bentukan Jepang yang memiliki peran penting dalam menjaga ketertiban dan keamanan selama masa pendudukan.
Organisasi ini didirikan pada tanggal 29 April 1943 dan terdiri dari pemuda berusia antara 23 hingga 25 tahun. Untuk menjadi anggota Keibodan, mereka harus memenuhi persyaratan khusus, seperti memiliki kesehatan fisik yang baik dan kepribadian yang positif.
Jepang menugaskan anggota Keibodan untuk mengatur lalu lintas dan menjaga keamanan di desa-desa. Tugas utama mereka adalah mengontrol pergerakan kendaraan, mengatur arus lalu lintas, serta melindungi kepentingan Jepang dalam hal keamanan. Dalam menjalankan tugas ini, anggota Keibodan bekerja sama dengan aparat polisi Jepang dan membantu dalam menjaga ketertiban di tingkat lokal.
6. Fujinkai (Organisasi wanita semi-militer)
Fujinkai, yang dikenal juga sebagai Organisasi Wanita Semi-Militer, merupakan salah satu organisasi bentukan Jepang yang memiliki peran penting dalam menggerakkan partisipasi perempuan pada masa pendudukan.
Organisasi ini terdiri dari para wanita berusia 15 tahun ke atas dan dibentuk pada bulan Agustus 1942. Para anggota Fujinkai memiliki tugas untuk memobilisasi perempuan guna mendukung tentara Jepang dalam Perang Pasifik. Mereka terlibat dalam berbagai aktivitas, seperti tim memasak, paramedis, dan memberikan hiburan kepada tentara Jepang.
Selain tugas-tugas di bidang militer, Fujinkai juga memiliki misi sosial yang meliputi pemberantasan buta aksara, pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta mendorong semangat berkebun di masyarakat.
Organisasi ini memainkan peran penting dalam meningkatkan keterampilan dan kemandirian perempuan, serta membantu membangun infrastruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat pada saat itu.
7.Jibakutai (Organisasi keprajuritan berani mati)
Salah satu organisasi bentukan Jepang yang menarik untuk dibahas adalah Jibakutai, yang juga dikenal sebagai Pasukan Berani Mati atau Pasukan Bunuh Diri. Terinspirasi oleh aksi pilot Kamikaze, Jibakutai memiliki reputasi sebagai pasukan yang siap mengorbankan nyawa demi tujuan yang mereka yakini. Organisasi ini terdiri dari lebih dari 50.000 anggota dengan beragam latar belakang.
Jibakutai adalah pasukan kelas dua atau pasukan pelapis yang tidak langsung berada di garis depan pertempuran. Peran mereka adalah sebagai pasukan pendukung yang siap maju menyerang ketika situasi membutuhkan atau diperintahkan pada saat-saat yang genting. Mereka dipersiapkan oleh Jepang untuk melawan pasukan Sekutu dalam pertempuran di wilayah kota.
Pada akhir masa pendudukan Jepang, Jibakutai mengubah namanya menjadi Barisan Berani Mati (BBM) dan terlibat dalam aksi pada tanggal 10 November 1945 dalam pertempuran melawan pasukan Sekutu di Surabaya. Pengorbanan dan pengabdian mereka dalam pertempuran tersebut mencerminkan semangat keberanian dan kesetiaan terhadap tujuan yang diperjuangkan.
8. Heiho (Organisasi sayap militer keprajuritan cadangan)
Organisasi bentukan tentara Jepang yang yang lain adalah Heiho, yakni sebuah organisasi yang berada di bawah instruksi Markas Besar Umum Kekaisaran Jepang. Para anggota Heiho adalah prajurit Indonesia yang direkrut untuk memperkuat tentara Jepang.
Mereka memiliki rentang usia antara 18 hingga 25 tahun. Sejak berdirinya hingga akhir masa pendudukan Jepang, jumlah anggota Heiho tercatat mencapai 42.000 orang.
Kelebihan yang dimiliki oleh pasukan Heiho adalah kemampuan perang yang lebih baik dibandingkan dengan organisasi militer lainnya. Mereka memiliki pelatihan dan keterampilan yang mendalam dalam hal pertempuran.
Tugas utama Heiho adalah menjaga kamp pertahanan, memperkuat posisi pertahanan, dan memberikan bantuan kepada tentara Jepang dalam peperangan. Selain bertugas di Indonesia, Heiho juga ditempatkan di beberapa negara yang diduduki oleh Jepang, seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam.
Dalam artikel ini, kita akan menelusuri lebih lanjut mengenai peran dan kontribusi Heiho dalam konteks peperangan di Indonesia dan di negara-negara pendudukan Jepang lainnya. Kita akan melihat bagaimana Heiho terbentuk, bagaimana mereka dilatih, serta bagaimana peran mereka memengaruhi dinamika perang dan perjuangan pada masa itu.
10. PETA (Pembela Tanah Air; organisasi milisi setempat)
Organisasi berikutnya dalam daftar organisasi bentukan Jepang adalah PETA, singkatan dari Pembela Tanah Air. PETA didirikan oleh pemerintah Jepang pada 1943 atas usulan dari Gatot Mangkupraja kepada Letnan Jenderal Kamakici Harada. Tujuan utama pembentukan PETA adalah untuk memperkuat kekuatan Heiho, yaitu organisasi militer bentukan Jepang sebelumnya.
PETA berhasil menarik perhatian berbagai kalangan masyarakat, dan jumlah anggotanya pun mencapai lebih dari 37.000 orang di Jawa dan lebih dari 20.000 orang di Sumatera. Organisasi ini memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk mendapatkan pangkat kemiliteran, yang pada akhirnya melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas dalam bidang militer di Indonesia.
Banyak tokoh-tokoh penting dalam sejarah Indonesia yang merupakan alumni PETA, antara lain:
- Jenderal Sudirman
- Jenderal Ahmad Yani
- Jenderal Gatot Subroto.
- Jenderal Soeharo
- Jenderal Poniman
- Latief Hendraningrat
- Letnan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo
Organisasi Bentukan Jepang di Bidang Sosial Budaya
Jepang memiliki sejarah yang kaya dalam menciptakan organisasi-organisasi yang berperan dalam bidang sosial budaya. Beberapa di antaranya telah membawa perubahan yang signifikan dalam masyarakat. Kita akan menyoroti tiga organisasi yang menonjol dalam konteks tersebut yakni:
- Gerakan 3A (三亜運動 / San’a undō),
- MASYUMI (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), dan
- Suishintai (Organisasi pelopor).
11. Gerakan 3A (三亜運動 / San’a undō)
Gerakan 3A, yang didirikan pada 29 April 1942, saat kelahiran Kaisar Hirohito, menjadi salah satu gerakan yang signifikan dalam pengembangan sosial budaya di Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Gerakan ini mengusung tiga jargon atau semboyan yang kuat, yaitu “Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia, dan Nippon Cahaya Asia.”
Salah satu tokoh penting dalam gerakan ini adalah Hitoshi Shimizu, seorang Kepala Departemen Propaganda (Sendenbu). Shimizu kemudian menunjuk Mr. Syamsudin, seorang tokoh pergerakan nasional, sebagai ketua gerakan ini.
Gerakan 3A memiliki fokus utama pada bidang pendidikan, dengan harapan mampu menampung pemuda Indonesia dalam jumlah yang besar. Sekolah-sekolah didirikan dan dijalankan dengan menggunakan sistem pendidikan Jepang.
Pada bulan Mei 1942, gerakan ini mendirikan Pendidikan Pemuda Tiga di Jatinegara. Pendidikan yang diberikan dalam lembaga ini berupa kursus singkat selama setengah bulan, ditujukan untuk remaja berusia 14-18 tahun. Tujuan utamanya adalah mengubah dan membentuk identitas nasional pemuda Indonesia melalui pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai dan sistem Jepang.
12. MASYUMI (Majelis Syuro Muslimin Indonesia)
Pada tahun 1943, menyadari mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam, Jepang segera memanfaatkan agama tersebut sebagai alat politik untuk memperkuat kekuasaan mereka di Indonesia.
Sebagai bagian dari strategi tersebut, mereka mendirikan MASYUMI (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), yang dipimpin oleh KH Hasyim Asyari dari NU (Nahdlatul Ulama), dengan KH Mas Mansyur, KH Wahid Hasyim, KH Mukti, KH Farid Ma’ruf, dan Katosudarmo sebagai wakilnya, mewakili Muhammadiyah.
MASYUMI berkembang pesat dan memiliki cabang di setiap keresidenan. Organisasi ini memiliki berbagai tugas, antara lain mengumpulkan dana dari masyarakat dan meningkatkan hasil pertanian.
Selain itu, MASYUMI juga menjadi wadah bagi intelektual Muslim untuk berdiskusi dan bertukar pikiran, sekaligus menjadi sarana bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan dan aspirasi.
Seiring berjalannya waktu, organisasi ini digunakan oleh para tokoh pergerakan nasional untuk mengkonsolidasikan gerakan Islam seperti NU, Muhammadiyah, Sarekat Islam, dan Persatuan Islam.
MASYUMI pernah menolak budaya Jepang yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti budaya sekerei atau membungkuk 90 derajat ke arah Tokyo. Abdullah Karim Amrullah, ayah dari Buya Hamka, menjadi salah satu tokoh yang dengan tegas menolak budaya tersebut, karena dalam agama Islam, rukuk hanya dilakukan saat shalat dan harus menghadap kiblat.
13. Suishintai (Organisasi pelopor)
Suishintai merupakan salah satu organisasi yang berada di bawah Jawa Hokokai pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Organisasi ini dipimpin oleh Ir. Soekarno, dengan Sudiro sebagai Kepala Sekretariatnya. Suishintai menjadi wadah yang dimanfaatkan oleh para tokoh pergerakan Indonesia untuk menyebarkan semangat nasionalisme dan memperkuat persatuan pemuda Indonesia melalui kegiatan pidato dan diskusi yang diselenggarakan di dalamnya.
Beberapa tokoh nasionalis terkemuka yang tergabung dalam organisasi ini adalah Asmara Hadi, Sukardjo, Oto Iskandardinata, Chaerul Saleh, dan banyak lagi. Mereka menggunakan platform Suishintai untuk mengajarkan nilai-nilai persatuan, semangat patriotisme, dan kesadaran akan pentingnya kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Melalui pidato-pidato dan pertemuan di Suishintai, mereka berusaha menginspirasi pemuda Indonesia untuk terlibat secara aktif dalam pergerakan nasional dan memperjuangkan kemerdekaan.
Suishintai menjadi organisasi yang memainkan peran penting dalam memperkuat semangat nasionalisme dan kesatuan dalam pergerakan Indonesia pada masa tersebut. Melalui kegiatan-kegiatan mereka, mereka berhasil menggalang dukungan massa, meningkatkan kesadaran politik, dan memperkuat persatuan pemuda Indonesia dalam mencapai cita-cita kemerdekaan.